Lauh
Mahfuzh (Kitab Terpelihara) Lauh Mahfuzh (Arab: لَوْحٍ مَحْفُوظٍ) adalah kitab
tempat Allah menuliskan segala seluruh skenario/ catatan kejadian di alam
semesta. Lauh Mahfuzh disebut didalam Al-Qur'an sebanyak 13 kali diantaranya
adalah dalam surah Az-Zukhruf 43: 4, Qaf 50: 4, An-Naml 27: 75 dan lainnya.
Nama lain dari Lauh Mahfuzh berdasarkan Al-Qur'an adalah sebagai berikut:Induk
Kitab (أم الكتاب, Ummu al-Kitab),Kitab yang Terpelihara (كِتَابٍ مَّكْنُونٍ ,
Kitabbim Maknuun).“ ...pada kitab yang terpelihara (Lauhul
Mahfuzh),...(Al-Waaqi'ah, 56:78) ” Kitab yang Nyata (كِتَابٍ مُّبِينٍ ,
Kitabbim Mubiin).“ Tiada sesuatu pun yang ghaib di langit dan di bumi,
melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (An Naml, 27:75) ”
Surah Al Hajj 70 أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (70)
Ayat ini menegaskan kepada Nabi Muhammad saw, tentang keluasan ilmu Allah.
Sekalipun Nabi Muhammad yang dituju dalam ayat ini termasuk di dalamnya seluruh
umatnya. Seakan-akan Allah mengatakan kepadanya, "Apakah engkau tidak
mengetahui hai Muhammad, bahwa ilmu Allah itu amat luas, meliputi segala apa
yang ada di langit dan segala apa yang ada di bumi, tidak ada sesuatupun yang
luput dari ilmu-Nya itu, walaupun barang itu sebesar zarah (atom) atau lebih
kecil lagi dari atom itu, bahkan Dia mengetahui segala yang tergores di dalam
hati manusia. Semua ilmu Allah itu tertulis di Lohmahfuz, ialah suatu kitab
yang di dalamnya disebutkan segala yang ada dan kitab itu telah ada dan lengkap
mempunyai catatan sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi. Menurut Abu
Muslim AlAsfihani: yang dimaksud dengan kitab dalam ayat ini ialah pemeliharaan
sesuatu dan pencatatannya dengan sempurna. Tidak ada sesuatu yang tidak
terdapat di dalamnya. Hal inilah yang merupakan ilmu Allah. Pengetahuan yang
amat sempurna dan pencatatan yang lengkap tentang segala sesuatu serta
penetapan hukum yang akan dijadikan bahan pengadilan di akhirat kelak tidaklah
sukar bagi Allah. Dia menetapkan sesuatu di akhirat nanti dengan seadil-adilnya,
karena segala macam yang dijadikan bahan pertimbangan telah ada pada-Nya tidak
ada yang kurang sedikitpun. وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِن
قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ
تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي
الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍKamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak
membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan,
melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput
dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di
langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu,
melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (Yunus: 61)
Allah swt. menyeru Rasul-Nya dan umat manusia yang menaatinya, bahwa pada saat
Rasulullah melaksanakan urusan yang penting yang menyangkut masyarakat pada
saat membacakan ayat-ayat Alquran yang mengatur semua urusan itu dan pada saat
manusia melaksanakan amal perbuatannya tidak ada yang terlepas dari pengawasan
Allah. Dia menyaksikan semua amal perbuatan itu pada saat dilakukannya. Yang
termasuk urusan penting dalam ayat ini ialah segala macam urusan yang
menyangkut kepentingan umat seperti urusan dakwah Islamiah, yaitu mengajak umat
agar mengikuti jalan yang lurus dengan cara yang bijaksana dan suri teladan
yang baik, membangunkan kesadaran umat agar tertarik untuk melakukan perintah
agama dan menjauhi larangan-larangan-Nya termasuk pula urusan pendidikan umat
dan cara-cara merealisir pendidikan itu hingga menjadi kenyataan yang berfaedah
bagi kesejahteraan umat. Disebutkan pula bahwa ayat-ayat Alquran yang dibaca
itu mencakup semua urusan berdasarkan pola-pola pelaksanaannya, tidak boleh
menyimpang daripadanya karena urusan segala umat secara prinsip telah diatur
dalam kitab itu. Kemudian disebutkan semua amalan yang dilakukan oleh hamba-Nya
agar kaum muslimin tergugah hatinya untuk melakukan perbuatan yang telah
digariskan oleh wahyu yang diturunkan pada Rasul-Nya, dan mempedomani fungsi
isi dari wahyu itu dalam urusannya sehari-hari, serta menaati Rasul karena apa
yang diucapkan dan dikerjakan Rasul itu menjadi suri teladan yang baik bagi
seluruh umat. Dalam ayat itu Allah swt. menandaskan, bahwa segala macam amalan
yang dilakukan oleh hamba-Nya, tidak ada satu pun yang terlepas dari ilmu Allah
meskipun amalan itu lebih kecil dari benda yang terkecil, atau pun urusan itu
maha penting sehingga tak terkendalikan oleh manusia. Disebutkannya urusan yang
kecil dari yang terkecil dan urusan yang maha penting agar tergambar dalam hati
para hamba-Nya, bahwa ilmu Allah itu begitu sempurna sehingga tidak ada satu
urusan pun yang terlepas dari ilmu-Nya, bagaimanapun remehnya urusan itu dan
bagaimana pentingnya urusan itu, walaupun urusan itu di luar kemampuan manusia.
Ilmu Allah tidak hanya meliputi segala macam urusan yang ada di bumi yang
kebiasaannya urusan ini dapat dibayangkan oleh mereka secara mudah. Juga
meliputi segala macam urusan di langit yang urusannya lebih rumit dan lebih
sukar tergambar dalam pikiran mereka. Hal ini untuk menguatkan arti dari
keluasan ilmu Allah sehingga terasalah keagungan dan kekuasaan-Nya. Di akhir
ayat ini Allah swt. menyatakan dengan tandas bahwa tidak ada satu urusan pun
melainkan tercatat dalam kitab yang nyata yaitu Lohmahfuz, maksudnya segala
macam urusan itu semuanya terkontrol dan terkendali serta terkuasai oleh ilmu
Allah Yang Maha Luas itu dan tercatat dalam kitab-Nya yang bernilai tinggi dan
sempurna uraiannya. Allah swt. berfirman: وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا
يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ Artinya: Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang
gaib tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. (Q.S. Al-An'am: 59) Allah
telah mencatat segala kejadian-kejadian didalam Lauh Mahfuzh, dari permulaan
zaman sampai akhir zaman. Baik berupa kisah nabi dan rasul, azab yang menimpa
suatu kaum, pengetahuan tentang wahyu para nabi dan rasul, tentang penciptaan alam
semesta dan lain-lain. Sekalipun jika kita tidak melihat segala sesuatu, semua
itu ada dalam Lauh Mahfuzh. Menurut Tafsir Qurtubi, semua takdir makhluk Allah
telah ditulis-Nya di Luh Mahfuz, bisa saja dihapus/ dirubah oleh Allah atau
Allah menetapkan sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian yang dapat merubah takdir
yang tertulis dalam Lauh Mahfuz itu hanya doa dan perbuatan baik/ usaha.
Muhammad bersabda: "Tiada yang bisa merubah takdir selain doa dan tiada
yang bisa memanjangkan umur kecuali perbuatan baik".[1]Lauh Mahfuzh akan
kekal selamanya karena ia termasuk makhluk yang abadi, selain Lauh Mahfuzh
makhluk abadi ada 'Arsy, surga, neraka dan lain-lain. Para Jin Mencuri Berita
Allah telah menjadikan Lauh Mahfuzh ini sebagai tempat untuk menyimpan segala
rahasia dilangit dan di bumi. Jin dari golongan setan akan berusaha untuk
mencuri segala rahasia yang tertulis di dalamnya untuk menipu manusia.
Disamping itu, mereka juga memiliki tujuan untuk memainkan aqidah manusia.
Sebab itu Allah melarang manusia untuk mengetahui ramalan nasib, karena peramal
itu dibantu oleh jin dan jin itu akan membisikkan hasil curian itu kedalam hati
peramal. Jika ada setan yang berusaha mencuri berita, maka malaikat penjaga Luh
Mahfuzh akan melemparkan bintang ke arah pencuri berita tersebut, pelemparan
ini yang terkadang kita lihat dengan adanya bintang jatuh atau meteor.“ Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan
Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya), dan Kami
menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk, kecuali syaitan yang
mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh
semburan api yang terang. (Al Hijr 16 - 18) ” Tidak banyak diketahui tentang
Lauh Mahfuz dan para ulama jarang menjabarkannya dengan detail, karena ia
adalah urusan alam ghaib/ rahasia Allah. Dalam Al-Quran pun, Luh Mahfuz di
sebut secara sepintas saja, tanpa penjelasan lebih lanjut. Sebagai contohnya
dalam satu peristiwa yang amat bersejarah, ahli tafsir menyatakan Luh Mahfuz
disebut berkaitan dengan Nuzul Al-Quran dari Luh Mahfuz ke Baitul Izzah (langit
dunia) secara sekaligus yang terjadi dalam bulan Ramadhan. Sejauh ini, kita
telah menyaksikan kesimpulan ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan
asal-usul mahluk hidup. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta
dan kehidupan itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi
yang telah ada sebelumnya. Kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan modern ini
sungguh sangat bersesuaian dengan fakta tersembunyi yang tercantum dalam
Alquran sekitar 14 abad yang lalu. Dalam Alquran, Kitab yang diturunkan kepada
manusia sebagai Petunjuk, Allah menyatakan bahwa Lauh Mahfuzh (Kitab yang
terpelihara) telah ada sebelum penciptaan jagat raya. Selain itu, Lauh Mahfuzh
juga berisi informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di alam
semesta. Lauh Mahfuzh berarti terpelihara (mahfuzh), jadi segala sesuatu yang
tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak. Dalam Alquran, ini disebut
sebagai Ummul Kitaab (Induk Kitab), Kitaabun Hafiidz (Kitab Yang Memelihara
atau Mencatat), Kitaabun Maknuun (Kitab Yang Terpelihara) atau sebagai Kitab
saja. Lauh Mahfuzh juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (Kitab Ketetapan)
karena mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat manusia.
Dalam banyak ayat, Allah menyatakan tentang sifat-sifat Lauh Mahfuzh. Sifat
yang pertama adalah bahwa tidak ada yang tertinggal atau terlupakan dari kitab
ini: Dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang
mengetahuinya kcuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al An’aam, 6:59) Sebuah ayat menyatakan bahwa
seluruh kehidupan di dunia ini tercatat dalam Lauh Mahfuzh: Dan tiadalah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS.
Al An’aam, 6:38) Di ayat yang lain, dinyatakan bahwa di bumi ataupun di langit,
di keseluruhan alam semesta, semua makhluk dan benda, termasuk benda sebesar
zarrah (atom) sekalipun, diketahui oleh Allah dan tercatat dalam Lauh Mahfuzh:
Kami tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran
dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu
di waktu kamu melakukannya. Seperti yang sudah disebutkan diatas tidak luput
dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di
langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebi besar dari itu,
melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Yunus,
10:61) Segala informasi tentang umat manusia ada dalam Lauh Mahfuzh, dan ini
meliputi kode genetis dari semua manusia dan nasib mereka: (Mereka tidak
menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang
pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang
kafir: Ini adalah suatu yang amat ajaib. Apakah kami setelah mati dan setelah
menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah suatu pengembalian yang
tidak mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh
bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara
(mencatat). (QS. Qaaf, 50:2-4) Ayat berikut ini menyatakan bahwa kalimat Allah
di dalam Lauh Mahfuzh tidak akan ada habisnya, dan hal ini dijelaskan melalui
perumpamaan: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya
tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqman, 31:27) Fakta-fakta yang telah kami
paparkan dalam tulisan ini membuktikan sekali lagi bahwa berbagai penemuan ilmiah
modern menegaskan apa yang diajarkan agama kepada umat manusia. Keyakinan buta
kaum materialis yang telah dipaksakan ke dalam ilmu pengetahuan ternyata malah
ditolak oleh ilmu pengetahuan itu sendiri. Sejumlah kesimpulan ilmu pengetahuan
modern tentang informasi berperan untuk membuktikan secara obyektif siapakah
yang benar dalam perseteruan yang telah berlangsung selama ribuan tahun.
Perselisihan ini telah terjadi antara paham materialis dan agama. Pemikiran
materialis menyatakan bahwa materi tidak memiliki permulaan dan tidak ada
sesuatu pun yang ada sebelum materi. Sebaliknya, agama menyatakan bahwa Tuhan
ada sebelum keberadaan materi, dan bahwa materi diciptakan dan diatur
berdasarkan ilmu Allah yang tak terbatas. Fakta bahwa kebenaran ini, yang telah
diajarkan oleh agama-agama wahyu seperti Yahudi, Nasrani dan Islam sejak
permulaan sejarah, telah dibuktikan oleh berbagai penemuan ilmiah, merupakan
petunjuk bagi masa berakhirnya atheis yang sebentar lagi tiba. Umat manusia
semakin mendekat pada pemahaman bahwa Allah benar-benar ada dan Dialah yang
Maha Mengetahui. Hal ini sebagaimana pernyataan Alquran kepada umat manusia
dalam ayat berikut: Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian
itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu
amat mudah bagi Allah. (QS. Al Hajj, 22:70) Di antara kemurahan Allah terhadap
manusia adalah Dia tidak saja memberikan sifat yang bersih yang dapat membimbing
dan memberi petunjuk kepada mereka ke arah kebaikan, tetapi juga dari waktu ke
waktu Dia mengutus seorang rasul kepada umat manusia dengan membawa kitab dari
Allah, dan menyuruh mereka beribadah hanya kepada Allah saja, menyampaikan
kabar gembira, dan memberikan peringatan agar menjadi bukti bagi manusia.
"(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah
diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." (An Nisaa':165). Perkembangan dan kemajuan berpikir manusia
senantiasa disertai wahyu yang sesuai dan dapat memecahkan problematika yang
dihadapi kaum setiap rasul, sampai perkembangan itu mengalami kematangannya.
Allah menghendaki agar risalah Muhammad saw. muncul di dunia ini, maka
diutuslah beliau saat manusia tengah mengalami kekosongan para rasul, untuk
menyempurnakan "bangunan" saudara-saudara pendahulunya (para rasul)
dengan syariatnya yang universal dan abadi, serta dengan kitab yang diturunkan
kepadanya, yaitu Alquran. Rasulullah saw. bersabda yang artinya,
"Perumpamaan diriku dengan para nabi sebelumku adalah bagaikan orang yang
membangun sebuah rumah. Ia kemudian membaikkan dan memperindah rumah itu,
kecuali letak satu bata di sebuah sudutnya. Maka orang-orang pun mengelilingi
rumah itu, mereka mengaguminya dan berkata, 'Seandainya bukan karena batu bata
ini, tentulah rumah itu sudah sempurna.' Maka akulah batu bata itu, dan akulah
penutup para nabi." (HR Muttafaqun 'Alaihi). Alquran adalah risalah Allah
kepada seluruh manusia. Banyak nas yang menunjukkan hal itu, baik di dalam
Alquran maupun sunah. "Katakanlah, 'Hai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua ...." (Al-A'raaf: 158). "Maha Suci Allah
yang telah menurunkan Al-Furqaan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam." (Al Furqaan: 1). Rasulullah saw.
bersabda, "Setiap nabi diutus kepada kaumnya secara khusus, sedang aku
diutus kepada segenap umat manusia." (HR Bukhari Muslim). Sesudah Muhammad
saw. tidak akan ada lagi kerasulan lain. "Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah rasul
Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
(Al Ahzaab: 40). Maka, tidaklah aneh bila Alquran dapat memenuhi semua tuntutan
kemanusiaan berdasarkan asas-asas pertama konsep agama samawi. Dia telah
mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu 'Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah-belah tentangnya ...." (Asy Syuuraa: 13). Rasulullah saw. juga
telah menantang orang-orang Arab dengan Alquran, padahal Alquran diturunkan
dengan bahasa mereka, dan mereka pun ahli dalam bahasa dan retorikanya. Namun,
ternyata mereka tidak mampu membuat apa pun seperti Alquran, atau membuat
sepuluh surat saja, bahkan satu surah pun seperti Alquran. Maka, terbuktilah
kemukjizatan Alquran dan terbukti pula kerasulan Muhammad. Allah juga
menetapkan untuk menjaga Alquran dan menjaga pula penyampaiannya yang beruntun,
sehingga tak ada penyimpangan atau perubahan apa pun. Tentang Jibril yang
membawa Alquran didasarkan pada firman Allah yang artinya, "Dia dibawa
turun oleh ar-ruh al-amin (Jibril)." (Asy Syu'araa: 193). Dan, diantara
sifat Alquran dan sifat orang yang diturunkan kepadanya Alquran adalah
"Sesungguhnya Alquran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh)
utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan
tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy, yang ditaati di sana (di alam
malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang
yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.
Dan Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang
gaib." (At Takwiir: 19--24). "Sesungguhnya Alquran ini adalah bacaan
yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak menyentuhnya
kecuali hamba-hamba yang disucikan." (Al Waaqi'ah: 77--79). Keistimewaan
yang demikian ini tidak dimiliki oleh kitab-kitab yang terdahulu, karena
kitab-kitab itu diperuntukkan bagi satu waktu tertentu. Maha Benar Allah dalam
firman-Nya yang artinya, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-dzikr
(Alquran), dan sesungguhnya Kamilah yang benar-benar akan menjaganya." (Al
Hijr: 9). Risalah Alquran di samping ditujukan kepada manusia, juga kepada jin.
"Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang
mendengarkan Alquran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka
berkata, 'Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).' Ketika pembacaan telah
selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka
berkata, 'Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Alquran)
yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya
lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami,
terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya
...'."(Al Ahqaf: 29--31). Dengan keistimewaan ini, Alquran memecahkan
problematika manusia dalam berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani,
sosial, ekonomi maupun politik dengan solusi yang bijaksana. Karena, ia diturunkan
oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Pada setiap problem itu Alquran
meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat
dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia, dan yang sesuai pula buat
setiap zaman. Dengan demikian, Alquran selalu memperoleh kelayakannya di setiap
waktu dan tempat, karena Islam adalah agama yang abadi. Alangkah menariknya apa
yang dikatakan oleh seorang juru dakwah abad ke-14 ini, "Islam adalah
suatu sistem yang lengkap; ia dapat mengatasi segala gejala kehidupan. Ia
adalah negara dan tanah air, atau pemerintah dan bangsa. Ia adalah moral dan
potensi atau rahmat dan keadilan; ia adalah pengetahuan dan undang-undang atau
ilmu dan keputusan. Ia adalah materi dan kekayaan, atau pendapatan dan kesejahteraan.
Ia adalah jihad dan dakwah atau negara dan ideologi. Begitu pula, ia adalah
akidah yang benar dan ibadah yang sah." Manusia yang kini hati nuraninya
tersiksa dan akhlaknya rusak tidak mempunyai pelindung lagi dari kejatuhannya
ke jurang kehinaan selain Alquran. "... barang siapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta." (Thaahaa: 123--124). Kaum muslimin sendirilah yang membangun obor
di tengah gelapnya sistem dan prinsip lain. Mereka harus menjauhkan diri dari
segala kegemerlapan yang palsu. Mereka harus membimbing manusia yang
kebingungan dengan Alquran sehingga terbimbing ke pantai keselamatan. Seperti
halnya kaum muslimin dahulu mempunyai negara dengan melalui Alquran, maka tidak
boleh tidak pada masa kini pun mereka harus memiliki bangsa dengan Alquran
juga. Sumber: Studi Ilmu-Ilmu Quran , terjemahan dari Mabaahits fii 'Uluumil
Quraan, Manna' Khaliil al-Qattaan PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah Takdir Allah untuk
setiap dan semua mahluk bersifat asli. Sebelum Allah menciptakan semua
mahluk-temasuk Qalam dan Lauh Mahfuzh-Allah sudah mengetahui apa yang akan dilakukan
oleh setiap makhluk. Kemudian pada masa 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan
langit dan bumi Allah mencitakan Qalam,lalu diperintahkanya Qalam untuk menulis
semua takdir. Hal ini dapat kita pahami dari kedua hadist berikut
ini:"Allah menulis takdir pada mahkluk 50.000 tahun sebelum diciptakanya
semua langit dan bumi."(H.R.Muslim dari Abdullah bin 'Amru bin
'Ash)"Benda pertama yang diciptakan oleh Allah adalah pena.Allah
berfirman,'Tulislah!'Pena menjawab,'Apa yang aku tulis?'Allah berfirman,'Tulislah
takdir yang telah terjadi dan akan terjadi selamanya!'."(H.R.at-Tirmidziy
dan dinyatakan shahih oleh al-Albaniy)Hal ini juga telah Allah terangkan di
dalam al-Qur'an. Allah berfirman,"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauh Mahfuzh) sebelum Kamami menciptakanya.Sesungguhnya Allah mengetahuinya
apa saja yang ada dilangit dan dibumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat
dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh).Sesungguhya yang demikian itu amat mudah bagi
Allah."(Q.S.al-Hajj:70)Apa yang terjadi diseluruh alam dijadikan oleh
Allah dengan iradah dan masyiah-Nya yang berporos pada rahmat dan hikmah-Nya.
Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki tersesat dengan hikmahNya.semua
itu dan semua takdir telah ditulis didalam Lauh Mahfuzh.tidak ada seorang pun
yang terlewatkan.Apa yang telah terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat.
Dan saat kejadianya,semuanya persis seperti apa yang tertulis disana. Tidak
sesuatu pun yang bergeser.Ini adalah bukti kesempurnaan ilmu,kuasa dan hikmah
Allah. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA HINGGA DITETAPKANNYA AMALAN HAMBA عَنْ عَبْدِ
اللهِ بنِ مَسْعوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إنَّ أَحَدَكُم
يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ
يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ
يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ
كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ،
فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ
فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى
مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. (رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ) Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang
benar lagi dibenarkan perkataannya), beliau bersabda,"Sesungguhnya seorang
dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam
bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah
(segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging)
seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan
ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan
rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak
ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah
seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara
dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir)
mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia
memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan
ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta,
tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga,
maka dengan itu ia memasukinya". [Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim]
TAKHRIJ HADITSHadits ini diriwayatkan oleh 1. Imam al Bukhari dalam Shahih-nya,
pada kitab Bada-ul Khalq, Bab Dzikrul Mala-ikah (no. 3208), kitab Ahaditsul
Anbiya` no. 3332. Lihat juga hadits no. 6594 dan 7454. 2. Imam Muslim dalam
Shahih-nya, pada kitab al Qadar no. 2643. 3. Imam Abu Dawud no. 4708. 4. Imam
at-Tirmidzi no. 2138. 5. Imam Ibnu Majah no. 76. SYARAH (PENJELASAN)
HADITSHadits ini mengandung beberapa pelajaran berharga, sebagai berikut: 1.
Tahapan Penciptaan Manusia. Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjelaskan tentang awal penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu,
yang berawal dari nuthfah (bercampurnya sperma dengan ovum), ‘alaqah (segumpal
darah), lalu mudhghah (segumpal daging). Allah Ta’ala berfirman: "Hai
manusia, kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur); maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu dan
Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami turunkan
air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah" [al Hajj/22:5] Dalam ayat ini, Allah Subhanahu
wa Ta'ala menyebutkan tentang tahapan penciptaan manusia di dalam rahim seorang
ibu. Oleh karena itu, apabila ada seseorang yang ragu tentang dibangkitkannya
manusia dari kuburnya dan ragu tentang dikumpulkannya manusia di padang Mahsyar
pada hari Kiamat, maka Allah memerintahkan untuk mengingat dan melihat
bagaimana seorang manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu, Dia mengembalikan manusia (dari mati menjadi hidup
kembali) lebih mudah daripada menciptakannya. Juga firman-Nya: "Dan sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian
benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan
(dari kuburmu) di hari Kiamat" [al Mu’minun/23:12-16]. Allah Subhanahu wa
Ta'ala menyebutkan bahwa Adam -manusia pertama-diciptakan dari saripati tanah,
kemudian manusia-manusia sesudahnya diciptakan-Nya dari setetes air mani.
Adapun tahapan penciptaan manusia di dalam rahim adalah sebagai berikut:
Pertama. Allah menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina yang menyatu
dengan ovum, Allah Ta’ala berfirman: ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ ٣٢:٨ "Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina (air mani). [as-Sajdah/32:8] أَلَمْ نَخْلُقكُّم مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ ٧٧:٢٠ "Bukankah Kami menciptakan kamu dari air
yang hina". [al Mursalat/77:20]. خُلِقَ مِن مَّاءٍ دَافِقٍ يَخْرُجُ مِن
بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ "Dia diciptakan dari air yang terpancar
(yaitu mani). Yang keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada
perempuan". [ath-Thariq/86: 6-7]. Bersatunya air mani (sperma) dengan sel
telur (ovum) di dalam rahim ini disebut dengan nuthfah. Kedua : Kemudian
setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal
darah yang disebut ‘alaqah. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ٩٦:٢ "Dia telah menciptakan manusia dengan
segumpal darah". [al ‘Alaq/96:2]. Ketiga : Kemudian setelah lewat 40 hari
-atau 80 hari dari fase nuthfah- fase ‘alaqah beralih ke fase mudhghah, yaitu
segumpal daging. Allah Ta’ala berfirman: ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ
عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ "Kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna". [al Hajj/22:5]. ثُمَّ
خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ ٢٣:١٤ "Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik". [al Mu’minun/23:14].
Keempat : Kemudian setelah lewat 40 hari -atau 120 hari dari fase nuthfah- dari
segumpal daging (mudhghah) tersebut, Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan
daging yang bertulang, dan Dia memerintahkan malaikat untuk meniupkan ruh
padanya serta mencatat empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal dan sengsara atau
bahagia. Jadi, ditiupkannya ruh kepada janin setelah ia berumur 120 hari. 2.
Peniupan Ruh. Para ulama sepakat, bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin
berusia 120 hari, terhitung sejak bertemunya sel sperma dengan ovum. Artinya,
peniupan tersebut ketika janin berusia empat bulan penuh, masuk bulan kelima.
Pada masa inilah segala hukum mulai berlaku padanya. Karena itu, wanita yang
ditinggal mati suaminya menjalani masa ‘iddah selama empat bulan sepuluh hari,
untuk memastikan bahwa ia tidak hamil dari suaminya yang meninggal, agar tidak
menimbulkan keraguan ketika ia menikah lagi lalu hamil. Ruh adalah sesuatu yang
membuat manusia hidup dan ini sepenuhnya urusan Allah, sebagaimana yang
dinyatakan dalam firman-Nya, yang artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang
ruh. Katakanlah: “ruh itu termasuk urusan tuhanku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit". [al Isra`/17:85] 3. Wajibnya Beriman
Kepada Qadar. Hadits ini menunjukkan, bahwa Allah Subahanhu wa Ta'ala telah
mentakdirkan nasib manusia sejak di alam rahim. Pada hakikatnya, Allah telah
mentakdirkan segala sesuatu sejak 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan
bumi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: كَتَبَ اللهُ
مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ
بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ. "Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk
lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi" [1].
Kemudian di alam rahim, Allah Ta’ala pun memerintahkan malaikat untuk mencatat
kembali empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal, sengsara atau bahagia. - Rizki.
Allah Yang Maha Pemurah telah menetapkan rizki bagi seluruh makhluk-Nya, dan
setiap makhluk tidak akan mati apabila rizkinya belum sempurna. Allah Ta’ala
berfirman: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu
dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)".[Hud/11:6]. "Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat)
membawa (mengurus) rizkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rizki kepadanya
juga kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [al
Ankabut/29:60]. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: أَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ
تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِي رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ
وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ خُذُوْا مَا حَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ. "Wahai
manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah. Karena
sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna rizkinya. Meskipun
(rizki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah
dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram".[2]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan penjelasan tentang rizki
ini dengan perumpamaan yang sangat mudah dipahami, dan setiap orang hendaknya
dapat mengambil pelajaran darinya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَ.نَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا
يَرْزُقُ الطَّيْرَ؛ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا "Seandainya
kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan
memberi kalian rizki sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung, yang pergi
pagi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang".[3] Allah
Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berjalan mencari
maisyah (pekerjaan/usaha) untuk mendapatkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:
"Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan". [al-Mulk/67:15].
Rizki akan mengejar manusia, seperti maut yang mengejarnya. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: إِنَّ الرِّزْقَ لَيَطْلُبُ الْعَبْدَ
كَمَا يَطْلُبُهُ أَجَلُهُ. "Sesungguhnya rizki akan mengejar seorang hamba
seperti ajal mengejarnya".[4] - Ajal.Allah Maha Kuasa untuk menghidupkan
makhluk, mematikan, dan membangkitkannya kembali. Dan setiap makhluk tidak
mengetahui berapa jatah umurnya, juga tidak mengetahui kapan serta dimana akan
dimatikan oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: "Sesuatu yang
bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang
telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami
berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat,
Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur". [ali ‘Imran/3:145] Ajal makhluk Allah
sudah tercatat, tidak dapat dimajukan atau diundurkan. Allah Ta’ala berfirman:
"Tiap-tiap umat mempunyai ajal (batas waktu); maka apabila telah datang
waktu (ajal)nya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun, dan
tidak dapat (pula) memajukannya". [al A’raf/7: 34]. -Amal.Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah mencatat amal-amal setiap makhluk-Nya, baik dan buruknya. Akan
tetapi setiap makhluk Allah pasti akan beramal, amal baik atau pun amal buruk.
Dan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan para hamba-Nya untuk beramal baik. -
Celaka atau Bahagia.Yang dimaksud “celaka” dalam hadits ini ialah, orang yang
celaka dengan dimasukkannya ke neraka. Sedangkan yang dimaksud “bahagia”, yaitu
orang yang sejahtera dengan dimasukkannya ke dalam surga. Hal ini telah
tercatat sejak manusia berusia 120 hari dan masih di dalam rahim, yaitu apakah
ia akan menjadi penghuni neraka atau ia akan menjadi penghuni surga. Akan
tetapi, “celaka” dan “bahagia” seorang hamba tergantung dari amalnya selama
hidupnya. Tentang keempat hal tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahui
hakikatnya. Oleh karenanya, tidak boleh bagi seseorang pun enggan untuk beramal
shalih, dengan alasan bahwa semuanya telah ditakdirkan Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Memang benar, bahwa Allah telah mentakdirkan akhir kehidupan setiap
hamba, namun Dia Yang Maha Bijaksana juga menjelaskan jalan-jalan untuk
mencapai kebahagiaan. Sebagaimana Allah Yang Maha Pemurah telah mentakdirkan
rizki bagi setiap hamba-Nya, namun Dia juga memerintahkan hamba-Nya keluar
untuk mencarinya. Apabila ada yang bertanya, untuk apalagi kita beramal jika
semuanya telah tercatat (ditakdirkan)? Maka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah menjelaskan hal ini ketika menjawab pertanyaan Sahabat Suraqah bin
Malik bin Ju’syum Radhiyallahu 'anhu. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: اِعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ، أَمَّا مَنْ كَانَ
مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا مَنْ
كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ.
"Beramallah kalian, karena semuanya telah dimudahkan oleh Allah menurut
apa yang Allah ciptakan atasnya. Adapun orang yang termasuk golongan
orang-orang yang berbahagia, maka ia dimudahkan untuk beramal dengan amalan
orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang termasuk golongan
orang-orang yang celaka, maka ia dimudahkan untuk beramal dengan amalan
orang-orang yang celaka".[5] Orang yang beramal baik, maka Allah akan
memudahkan baginya untuk menuju surga. Begitu pun orang yang beramal keburukan,
maka Allah akan memudahkan baginya untuk menuju neraka. Hal ini menunjukkan
tentang kesempurnaan ilmu Allah, juga sempurnanya kekuasaan, qudrah dan iradah
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Meskipun
setiap manusia telah ditentukan menjadi penghuni surga atau menjadi penghuni
neraka, namun setiap manusia tidak dapat bergantung kepada ketetapan ini,
karena setiap manusia tidak ada yang mengetahui apa-apa yang dicatat di Lauhul Mahfuzh.
Kewajiban setiap manusia adalah berusaha dan beramal kebaikan, serta banyak
memohon kepada Allah agar dimasukkan ke surga. Meskipun setiap manusia telah
ditakdirkan oleh Allah Ta’ala demikian, akan tetapi Allah tidak berbuat zhalim
terhadap hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ ٤١:٤٦ "Barangsiapa yang mengerjakan amal yang
shalih, maka (pahala-nya) untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang berbuat
jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu
menganiaya hamba-hamba(Nya)". [Fushshilat/41:46]. Setiap manusia diberi
oleh Allah berupa keinginan, kehendak, dan kemampuan. Manusia tidak majbur
(dipaksa oleh Allah). Allah Ta’ala berfirman: لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ ٨١:٢٨وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ ٨١:٢٩ "(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang
mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan
itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam".
[at-Takwir/:28-29]. Orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk menuju surga, maka
dia pun akan dimudahkan oleh Allah untuk melakukan amalan-amalan shalih. Begitu
juga orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk menuju neraka, maka dia pun
dimudahkan oleh Allah untuk melakukan amalan-amalan kejahatan. عَنْ عَبْدِ
اللهِ بنِ مَسْعوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إنَّ أَحَدَكُم
يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ
يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ
يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ
كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ،
فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ
فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى
مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. (رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ) Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang
benar lagi dibenarkan perkataannya), beliau bersabda,"Sesungguhnya seorang
dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam
bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah
(segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging)
seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan
ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan
rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang
tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya
salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak
antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir)
mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia
memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan
ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta,
tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga,
maka dengan itu ia memasukinya". [Diriwayatkan oleh al Bukhari dan
Muslim]____________________________________________ 4. Yang Menjadi Penentu
Adalah Amal Seseorang di Akhir Kehidupannya.Selanjutnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mengabarkan dua keadaan manusia di akhir hayatnya. Pertama,
ada seseorang yang beramal dengan amalan ahli surga, akan tetapi di akhir
hayatnya justru ia beramal dengan amalan ahli neraka, yang dengan itu ia pun
masuk neraka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: إِنَّ
الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ فِيْمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ
لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَيَعْمَلُ فِيْمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ
النَّارِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّمَا اْلأَعْمَالُ
بِخَوَاتِيْمِهَا. Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal dengan amalan
ahli Surga menurut apa yang tampak di hadapan manusia, (namun) sebenarnya dia
adalah penghuni Neraka, ada seorang hamba beramal dengan amalan ahli Neraka
menurut apa yang tampak di hadapan manusia, (namun) sebenarnya dia adalah
penghuni Surga. Sesungguhnya amal-amal itu tergantung daripada akhirnya.[6]
Maksudnya, seseorang yang beramal dengan amalan ahli surga dalam pandangan
manusia. Hal ini ada beberapa keadaan. - Dalam pandangan manusia, kaum munafik
pun beramal dengan amalan ahli surga, seperti shalat, zakat, shadaqah dan
lainnya, akan tetapi hatinya benci terhadap Islam, maka di akhir hayatnya dia
akan beramal dengan amalan ahli neraka, yang dengan amalnya itu ia akan masuk
neraka. - Orang yang beramal dengan amalan ahli surga, akan tetapi ia riya'
(ingin dilihat dan dipuji oleh manusia), yang karenanya Allah menghapuskan
ganjaran amalannya. - Orang yang pada masa hidupnya beramal dengan amalan ahli
surga, akan tetapi di akhir hayatnya ia tergoda, sehingga ia pun beramal dengan
amalan ahli neraka, yang dengan itu ia masuk neraka. - Orang yang beramal
dengan amalan ahli surga, akan tetapi di akhir hayatnya ia tidak sanggup
menghadapi ujian. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no.
112 (179)) dan lainnya, bahwasanya ada seorang sahabat yang berperang di jalan
Allah dengan gagah berani dan banyak membunuh orang-orang kafir, hingga para
sahabat lainnya yang melihatnya berkata,"Pada hari ini, tidak ada seorang
pun dari kami yang mendapatkan pahala sebagaimana ganjaran orang itu,” akan
tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: أَمَا إِنَّهُ مِنْ
أَهْلِ النَّارِ. (Akan tetapi, sesungguhnya ia termasuk penghuni neraka).
Kemudian seorang sahabat yang selalu menyertainya mengabarkan, bahwa orang
tersebut bunuh diri karena tidak bersabar atas luka yang dideritanya. - Orang
yang beramal dengan amalan ahli surga, akan tetapi di akhir hayatnya ia
mengucapkan kata-kata kufur, yang dengan itu ia masuk neraka. Kedua. Kemudian
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan keadaan kedua, yaitu orang
yang beramal dengan amalan ahli neraka, akan tetapi di akhir hayatnya ia
beramal dengan amalan ahli surga, yaitu bertaubat kepada Allah, yang dengan itu
ia pun masuk surga. Dalam hal ini ada beberapa contoh. - Seseorang yang selama
hidupnya berada dalam kekafiran, akan tetapi sesaat di akhir hayatnya ia
bertaubat dan masuk Islam, yang dengan itu Allah menghapuskan semua dosanya dan
memasukkanya ke dalam surga. Hal ini termasuk indahnya Islam, bahwasanya orang
kafir yang telah melakukan berbagai perbuatan dosa lalu ia masuk Islam, maka
seluruh dosanya dihapuskan oleh Allah. Hal ini sebagaimana kisah ‘Amr bin ‘Ash,
yang pada masa kafirnya banyak melakukan kejahatan, kezhaliman dan sangat
membenci Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga ia berkata, وَلاَ
أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ قَدِ اسْتَمْكَنْتُ مِنْهُ فَقَتَلْتُهُ. [Tidak
ada yang lebih aku sukai melainkan aku dapat menjumpainya (yakni Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam ) lalu aku membunuhnya], akan tetapi, ketika
Allah memberikan hidayah Islam ke dalam hatinya, ‘Amr pun segera menemui Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya menjulurkan tangannya untuk membai’at
beliau. Rasul pun menjulurkan tangannya. Namun, ‘Amr menarik tangannya kembali.
Seketika, maka ditanyakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Ada
apa denganmu, wahai ‘Amr?” “Aku mengajukan syarat,” jawab ‘Amr. Rasul
bertanya,"Apa syaratmu?” ‘Amr menjawab,"Asalkan dosaku diampunkan,”
maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: أَ.مَا عَلِمْتَ
أَنَّ اْلإِسْلاَمَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ، وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ
مَا كَانَ قَبْلَهَا، وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ
"Tidakkah engkau ketahui, bahwasanya Islam menghapuskan (dosa) sebelumnya?
Sesungguhnya, hijrah (dari Mekkah ke Madinah) menghapuskan (dosa) sebelumnya,
dan sesungguhnya haji menghapuskan (dosa) sebelumnya" Setelah itu
berubahlah karakter ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu 'anhu, sehingga ia berkata:
وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. "Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai selain Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam" [7]. - Orang yang berbuat banyak dosa lalu
ia bertaubat. Sebagaimana kisah seseorang yang telah membunuh 99 jiwa, lalu ia
mendatangi seorang rahib untuk menanyakan, apakah masih ada pintu taubat
baginya? Namun rahib itu menjawab, bahwa tidak ada pintu taubat baginya, maka
dibunuhlah rahib itu, sehingga genap 100 jiwa yang telah dibunuhnya. Kemudian,
ia mendatangi seorang ulama untuk menanyakan hal yang sama. Ulama tersebut
menjawab, bahwa masih ada pintu taubat baginya, dengan syarat ia harus
meninggalkan kampung asalnya yang penuh kejahatan, dan menuju suatu daerah yang
di sana banyak orang rajin beribadah. Maka berangkatlah orang tersebut menuju
daerah yang ditunjukkan ulama tadi. Namun, di tengah perjalanan, kematian
terlebih dahulu menjemput nyawanya. Lalu Malaikat Rahmat dan Malaikat Adzab
berebut untuk membawa nyawa orang tersebut, hingga datanglah malaikat berwujud
manusia yang memberikan solusi dengan cara mengukur jalan yang telah
ditempuhnya. Ternyata jarak ke arah daerah yang ditujunya lebih dekat sehasta.
Maka, dibawalah nyawanya oleh Malaikat Rahmat.[8] Allah Ta’ala telah mengampuni
seluruh dosanya dan memasukkannya ke dalam urga, padahal ia belum melakukan
amal kebaikan apapun selain perjalanannya tersebut. Sungguh, rahmat dan ampunan
Allah sangatlah luas. - Seseorang yang baru masuk Islam lalu meninggal ketika
berjihad di jalan Allah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan
lainnya, bahwa ada seseorang yang melihat kaum Muslimin berperang, lalu ia pun
ingin ikut berperang. Maka disiapkanlah baju besi, kemudian ia mendatangi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata,"Wahai Rasulullah,
apakah aku masuk Islam terlebih dahulu, ataukah aku berperang?” Maka Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya masuk Islam terlebih dahulu. Setelah
mengucapkan syahadat, ia pun berperang sehingga ia tewas terbunuh. Maka
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: عَمِلَ قَلِيْلاً وَأُجِرَ
كَثِيْرًا. "Dia beramal sedikit, namun diganjar yang besar
(surga)".[9] Ketahuilah-semoga Allah merahmati kita semua- hadits ini
menunjukkan, bahwa amal tergantung pada akhirnya. Oleh karena itu, kita tidak
boleh tertipu dengan amal-amal yang telah kita kerjakan. Kita tidak boleh
berkeyakinan, bahwa banyaknya amal yang telah dilakukan menjamin kita akan
masuk surga. Akan tetapi, yang harus dilakukan adalah, agar kita senantiasa
memohon kepada Allah, sehingga memasukkan diri kita ke dalam surga dan
dijauhkan dari api neraka, serta memohon agar amal-amal kita diterima oleh-Nya.
Hendaknya seorang muslim berada dalam dua keadaan, yaitu khauf (takut) dan
raja’ (harap). Sebagaimana tidak boleh pula memastikan bahwa seseorang tidak
akan mendapat petunjuk, atau mengatakan bahwa seseorang tidak akan diampunkan
oleh Allah Ta’ala. Imam Ahmad meriwayatkan, ada seseorang yang mengatakan
kepada seorang pendosa: "Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau
Allah tidak akan memasukkanmu ke surga,” maka Allah mengutus Malaikat untuk
mencabut arwah keduanya, lalu Allah berkata kepada pendosa itu: “Pergi dan
masuklah ke surga dengan rahmat-Ku,” lalu Dia berkata kepada seorang lagi,
أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَكُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي خَازِنًا اذْهَبُوا بِهِ
إِلَى النَّارِ. “Apakah engkau lebih mengetahui daripada Aku? Apakah engkau
mengetahui perbendaharaan yang ada di tangan-Ku? Lalu Allah berkata, “Bawalah
ia ke neraka.” Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَوَالَّذِي نَفْسِ أَبِي الْقَاسِمِ بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِالْكَلِمَةِ
أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ. "Demi Rabb, yang jiwa Abul Qasim berada
di tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu kalimat yang menghancurkan
dunia dan akhiratnya".[10] Bahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah ditegur langsung oleh Allah Ta’ala dikarenakan beliau mendo’akan
keburukan dalam qunut nazilah bagi Shafwan bin Umayyah, Suhail bin ‘Amr, dan al
Harits bin Hisyam ketika perang Uhud. Allah Ta’ala berfirman: لَيْسَ لَكَ مِنَ
الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ ٣:١٢٨ "Tidak ada sedikit pun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab
mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zhalim". [ali
‘Imran/3:128]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri juga tidak mengetahui
tentang akhir hayat seseorang. Bahkan, ketiga orang yang beliau do’akan dengan
keburukan karena permusuhan mereka terhadap Islam, pada akhirnya mereka
bertaubat dan masuk Islam di akhir hayatnya, yaitu pada saat Fat-hul Makkah.
FAWA-ID (FAIDAH-FAIDAH) HADITS 1. Dianjurkan berdo’a agar ditetapkan dalam
agama. Sebagaimana do’a yang sering dibaca oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam : يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ. "Wahai
Rabb yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu". [11]
2. Dianjurkannya untuk selalu berlindung kepada Allah dari su-ul khatimah
(akhir kehidupan yang jelek). 3. Wajib bagi seorang hamba agar tidak tertipu
dengan amal kebaikannya. Bahkan, wajib baginya untuk selalu berada antara khauf
(takut) dan raja’ (harap). 4. Sesungguhnya amal-amal sebagai sebab seseorang
masuk ke dalam surga atau neraka. 5. Wajibnya bersyukur terhadap seluruh nikmat
Allah yang agung dan besar. Seperti nikmat diciptakannya manusia sebagai
sebaik-baik makhluk oleh Allah. Dan Allah Ta’ala menciptakan makhluk-Nya sesuai
dengan kehendak-Nya. Allah Ta’ala berfirman: هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الْأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ٣:٦ "Dia-lah yang membentuk kamu dalam rahim
sebagaimana dikehendaki-Nya. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [ali ‘Imran/3:6].
6. Sesungguhnya sengsara dan bahagianya seorang hamba tidak ada yang
mengetahuinya kecuali hanya Allah Azza wa Jalla. 7. Bersumpah atas berita yang
benar (berfungsi) untuk menguatkan keyakinan orang yang mendengarnya. Dalam
hadits ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersumpah dengan mengucapkan:
فَوَاللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ... "Maka demi Allah yang tidak ada
ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia". 8. Dianjurkannya
merasa tenang dengan rizki yang telah Allah karuniakan, dan merasa puas atas
rizki dengan diiringi usaha yang benar. Walaupun Allah telah menetapkan rizki
bagi kita, akan tetapi kita tetap wajib berusaha untuk mencarinya. Hal ini
menjadi sebab untuk mendapatkan rizki. Kemudian, sekecil apapun rizki yang kita
dapatkan, maka harus disyukuri. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ.
"Sungguh berbahagia orang yang masuk Islam, diberikan rizki yang cukup,
dan qana’ah (merasa puas) dengan apa yang Allah berikan". [12] Apabila
timbul godaan setan yang membuat kita tidak puas terhadap rizki yang telah kita
dapatkan, maka kita harus melihat yang ada di bawah kita, yaitu keadaan yang
lebih buruk. 9. Kehidupan itu di tangan Allah. Seorang hamba tidak akan mati
sehingga telah sempurna rizki dan umurnya. 10. Amal-amal, yang baik maupun yang
buruk, hanya sebagai tanda, bukan suatu kepastian. Maksudnya, amal-amal
kebaikan seseorang tidak dapat memastikan bahwa orang tersebut sebagai ahli
surga. Sebagaimana amal-amal keburukan juga tidak dapat memastikan seseorang
sebagai ahli neraka. 11. Hikmah diciptakannya manusia dalam beberapa fase
merupakan bentuk kasih-sayang Allah kepada seorang ibu. 12. Dalam hadits ini
terdapat pernyataan bahwa dibangkitkannya manusia adalah haq (benar). Allah
telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina, dan Allah Maha Kuasa
untuk mematikan dan membangkitkannya kembali. 13. Beberapa permasalahan tentang
janin. Pertama: Bagaimana hukum aborsi (menggugurkan kandungan) sesudah berusia
120 hari (sesudah ditiupkannya ruh) atau sebelumnya? Para ulama sepakat, bahwa
menggugurkan kandungan yang telah berusia 120 hari adalah perbuatan haram,
termasuk pembunuhan, dan berdosa besar. Jadi, para ulama sepakat bahwa aborsi
setelah ruh ditiupkan ke dalam janin adalah haram. Bahkan mereka menganggap,
aborsi merupakan tindak pidana yang tidak boleh dilakukan seorang muslim.
Aborsi merupakan kejahatan terhadap manusia dalam bentuknya yang utuh.
Karenanya, jika dalam melakukan aborsi, janin keluar dalam keadaan hidup dan
kemudian mati, maka dikenakan diyat (denda yang sudah ditentukan ukurannya).
Jika keluar dalam keadaan mati, maka dendanya lebih ringan. Hukum ini juga
berlaku untuk aborsi sebelum masa peniupan ruh. Setidaknya ini adalah pendapat
hampir seluruh ulama. Karena penciptaan manusia pada dasarnya dimulai sejak
sperma membuahi sel telur (ovum) sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadits Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam : إِذَا مَرَّ بِالنُّطْفَةِ اِثْنَتَانِ
وَأَرْبَعُوْنَ لَيْلَةً، بَعَثَ اللهُ إِلَيْهَا مَلَكًا فَصَوَّرَهَا، وَخَلَقَ
سَمْعَهَا وَبَصَرَهَا، وَجِلْدَهَا، وَلَحْمَهَا، وَعِظَمَهَا.... "Ketika
nuthfah sudah berusia empat puluh dua hari, maka Allah mengutus Malaikat untuk
membentuknya, menciptakan telinga, mata, kulit, daging dan tulangnya…"
[13] Ada ulama yang berpendapat bolehnya menggugurkan kandungan sebelum berusia
120 hari. Sebagian mengatakan boleh dan sebagian mengatakan haram. Namun
pendapat yang rajih (benar) adalah haram. Ada ulama yang mengqiyaskannya dengan
azl [14], yang walaupun dibolehkan, tetapi disebut oleh Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam : ذَلِكَ الْوَأْدُ الْخَفِيُّ. "Itu adalah pembunuhan
yang tersembunyi". [15] Pada hakikatnya ‘azl tidak sama dengan aborsi atau
mengubur bayi hidup-hidup. Karena aborsi merupakan kejahatan terhadap sesuatu
yang sudah ada. Kehidupan itu sendiri mempunyai beberapa tahapan. Tahapan
pertama, bertemunya sel sperma dengan ovum dalam rahim. Oleh karena itu,
merusak sel sperma dengan ovum merupakan kejahatan. Jika telah berubah menjadi
segumpal darah, maka tingkat kejahatannya bertambah berat. Apabila sudah
menjadi segumpal daging dan telah ditiupkan ruh, maka kejahatan itu semakin
bertambah berat. Kemudian kejahatan yang paling berat, yaitu ketika janin
tersebut telah lahir menjadi bayi yang bernyawa. Syaikh al ‘Utsaimin
menjelaskan haramnya aborsi (menggugurkan kandungan), meskipun janin belum
ditiupkan ruh. Kedua: Bagaimana hukum menggugurkan kandungan karena adanya
kemudharatan, setelah berusia 120 hari atau sebelumnya? Para ulama sepakat,
menggugurkan kandungan yang telah berusia 120 hari adalah perbuatan haram,
termasuk pembunuhan, dan berdosa besar walaupun kondisi ibu atau kondisi janin
dinyatakan sakit. Namun apabila usia kandungan belum berusia 120 hari dan
kondisi ibu atau kondisi janin dinyatakan sakit oleh dokter, maka para ulama
membolehkannya karena keadaannya darurat. Ketiga: Bagaimana jika seorang ibu
keguguran, apakah ia tergolong nifas ataukah tidak? Apabila usia kandungan
lebih dari 120 hari lalu si ibu keguguran, maka berlaku hukum nifas baginya,
yaitu tidak boleh shalat, puasa, bercampur dengan suaminya, dan lainnya.
Apabila usia kandungan kurang dari 120 hari (sebelum ditiupkannya ruh), maka
perlu dilihat janinnya, apakah sudah berbentuk ataukah masih berbentuk gumpalan
darah (daging). Apabila janin sudah terbentuk, maka berlaku hukum nifas
baginya. Dan apabila belum berbentuk, maka darahnya bukan darah nifas, namun
disebut darah rusak. Dia harus mandi, wajib shalat dan boleh bercampur dengan
suaminya. Keempat: Bagaimana hukum janin yang gugur setelah berusia 120 hari
(telah ditiupkan ruh), apakah ia dishalatkan ataukah tidak? Para ulama
menjelaskan, janin tersebut tetap dishalatkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam : وَالسِّقْطُ يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْعَى
لِوَالِدَيْهِ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ. "(Bayi yang lahir dalam
keadaan gugur, maka dishalatkan dan dido’akan bagi kedua orang tuanya dengan
ampunan dan rahmat)[17], dan hukum menshalatnya adalah sunnah, tidak wajib.
Read more ►